Translate

Jumat, 20 Maret 2020

Peran Tasawuf bagi Penyakit Hati

Setiap muslim menginginkan hatinya bersih dan suci. Apabila hati secara rohani berada dalam kondisi sakit dan kotor, maka akan berpengaruh kepada kerusakan dalam hidupnya, yang jika tidak diobati akan mendapatkan kesengsaraan di dunia hingga siksa Allah di akhirat kelak.
Seseorang yang memiliki penyakit hati tidak dapat mengetahui penyakitnya sendiri walaupun dengan alat medis canggih sekalipun. Orang lain lah yang bisa melihatnya dari perilaku kehidupan sehari-hari.

Penyakit hati lebih bersifat batin, seperti riya, sum‘ah, ujub, takabur, iri, dengki dan hasut, serta tamak dan serakah, termasuk menganggap dirinyalah yang paling benar.

Tidak sedikit orang yang terlihat rajin dalam beribadah kepada Allah dalam kesehariannya, juga kerap dihinggapi penyakit hati. Hal ini terjadi sebagai akibat merasa paling benar dengan ibadahnya dan menilai rendah orang lain. Sehingga nilai-nilai ibadahnya itu tidak tercermin dalam akhlak dan perilaku sehari-hari sehingga sering ia bermasalah dalam hubungan dengan sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Hati menduduki posisi sentral dalam kehidupan manusia, karena menjadi hakim dalam menentukan berbagai aktivitas. Jika hati atau qalbun ini berpenyakit, maka dapat dipastikan akan terjadi perilaku yang menyimpang dari ajaran agama Islam meski dia rajin beribadah. Jika hati telah terjangkit penyakit maka perlu diobati.

Menurutnya, obat hati yang satu ini tidak cukup dengan berobat kepada dokter dengan memakai obat yang biasa. Namun memerlukan obat yang luar biasa, lebih ampuh yaitu dengan terapi hati, yang memakai tasawuf sebagai media terapi.

Selain Tauhid dan Fiqh untuk beribadah kepada Allah, yang sangat penting lainnya untuk menjaga keseimbangan adalah Tasawuf. Ini memperbaiki akal budi manusia, melahirkan akhlak mulia dan mensucikan serta membersihkan hati dari berbagai penyakit batin.

Ia menjelaskan, dasar dari ajaran tasawuf adalah mensucikan diri dari dosa, mencari ridha Allah, dan hidup dalam keadaan zuhud. Baginya, akhirat itu lebih utama dari kehidupan dunia. Senantiasa mereka menghiasi hati dengan cinta dan menghias diri dengan akhlak yang mulia.

Dalam Alquran, ajaran tasawuf ini dijelaskan dalam Surat As-Syams ayat 9-10 yang artinya, “Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya”.

Orang-orang yang beruntung adalah yang mensucikan jiwa sebagaimana ajaran tasawuf. Ini menjadi pendorong bagi muslim untuk memelihara hati dan menjaganya agar tidak terkotori oleh hal-hal duniawi atau hal-hal yang merusak ketentraman jiwa. Ini mendorong untuk senantiasa mencintai Allah dan Allah akan mengampuni dosa bagi yang mencintai Allah. Tentu ini pun juga menjadi dasar tasawuf bahwa kecintaan pada Allah adalah segala-galanya.

Itu jauh dari sifat tasawuf. Orang - orang seperti itu yang akan selalu mendewa-dewakan amal ibadahnya yang paling benar dan terbaik, sehingga dengan sendirinya akan menghilangkan pengharapan kepada Allah , karena sudah terlalu yakin ibadahnya diterima. Jangan sampai kita mengambil otoritas Allah untuk menghukum dan menilai ibadah sesama muslim. Tugas kita sesama muslim itu mengajak pada kebaikan, shalat berjamaah dan amar makruf lainnya. Soal petunjuk/hidayah untuk menggerakkan hati muslim tersebut, Allah yang akan tentukan, jangan kita yang menghukumnya apalagi sampai mengajak berbuat baik dengan cara yang munkar.


Tidak ada komentar: